Sunday, October 21, 2007

Mengejar bidadari

Sudah 20 menit lebih aku duduk disini. Di kursi paling belakang, sebelah kiri pintu masuk utama rumah ibadah yang megah ini. Aku menyesal ditugaskan di tempat ini, sedang saudara-saudaraku lebih beruntung di tugaskan di rumah ibadah yang lain. Aku menyesal karena di tempat ini ibadah dilakukan 30 menit lebih awal, sehingga aku harus menunggu saudara-saudaraku masuk ke rumah-rumah ibadah itu, yang kemudian kami akan melakukan sesuatu yang diperintah guruku disaat yang tepat secara serentak.

Agar tidak mencurigakan, aku memang mengikuti apa yang mereka lakukan disini. Ikut bangkit berdiri saat semua bangkit berdiri, ikut duduk saat semua duduk kembali, ikut bertepuk tangan walau tidak sambil ikut bernyanyi saat mereka menyanyikan sesuatu penuh suka cita sambil bertepuk tangan bersama-sama. Semua ini membuatku merasa waktu semakin berhenti berjalan, harus berapa lama lagi aku menunggu ibadah di tempat lain dimulai, dan aku bisa mengakhiri ini semua.

Dadaku terasa sesak, seharusnya ini bisa berjalan sangat mudah. Aku hanya perlu berjalan ke tengah diwaktu yang tepat, dan mengeluarkan "racun" yang ada di dalam jaketku ini sehingga orang yang ada didalam ruangan ini akan berubah menjadi abu, daging mereka terbakar. Aku pun akan mati, tapi tidak ada perih yang ku dapat, aku akan mati dengan cepat dengan melihat ukuran "racun" yang begitu besar ini. Dan yang paling penting, inilah yang diajarkan guruku, aku mati sebagaimana seorang pejuang. Apakah aku harus melakukan sekarang saja? Agar penantian ini segera berakhir? Tidak! Aku tidak mau apa yang dilakukan saudara-saudaraku ditempat lain menjadi berantakan, aku harus menunggu sebentar lagi.

Aku semakin sesak pada saat penantian ini, waktu yang berjalan lambat memaksaku untuk berpikir: benarkah yang aku lakukan sekarang? Demi penguasa langit dan bumi.... aku belum pernah berpikir seperti ini sebelumnya, karena aku yakin apa yang aku lakukan. Seperti apa yang memang sudah tertulis, seperti apa yang sudah diajarkan guruku, bahwa mereka semua layak pergi dari dunia ini. Semua yang berbeda dari yang seharusnya harus disingkirkan. Oh... iblis pasti memenuhi ruangan ini, tidak seharusnya aku ragu apa yang akan aku lakukan. Ya... pasti iblis diruangan ini yang mempengaruhiku.

Tetapi, kumpulan wanita lanjut usia yang duduk dibarisan paling depan itu mengingatkanku kepada ibu. Apakah mereka juga layak mendapatkan hal ini? Mereka seperti ibu, mereka pasti sangat lembut. Itu yang membuatku menulis surat terakhir kepada ibu sebelum aku berangkat ketempat ini. Aku tidak mau ibu sedih, aku mau dia berbangga hati mempunyai anak seorang pejuang. Aku tulis kepadanya, bahwa aku akan bertemu bidadari, jadi ibu tidak pelu bersedih. Aku harus menguatkan hatiku. Aku harus tetap melakukan ini agar aku bisa bersama bidadari bidadari di taman yang kekal.

Cepatlah waktu berjalan, aku tak tahan menahan sesak didada seperti ini. Aku menjadi semakin ragu. Benarkah mereka layak mati? bahkan tidak sekalipun terlihat mereka memusuhi kaumku. Mereka mendengarkan sesuatu tentang kasih, berdoa untuk orang yang menyakiti mereka. Lalu apa salah mereka? Tidak ada sama sekali nilai berperang dijalan tuhan dengan apa yang aku lakukan sekarang. Mereka bukan musuh, mereka hanya berbeda. Apa yang harus aku lakukan?

Maukah kalian menundukan kepala untuk ku? Tolong berdoa lah agar orang seperti aku berhenti untuk membunuh. Cinta kasih berhak didapatkan semua manusia. Setiap doa dari kalian sangat berarti bagi kita semua. Agar kami sadar, bahwa membunuh hanya akan menimbulakan pembunuhan pembunuhan berikutnya. Saat semua orang sangat menyayangi, dunia akan semakin indah. Lebih indah dari bidadari bidadari di kayangan.

Ditujukan untuk: Pelaku bom Natal, bom Bali I & II, bom pakistan, semua pelaku bom bunuh diri dan semua orang yang berencana melakukan bom bunuh diri. Note: Mohon maaf, tulisan saya ini tidak mengandung SARA sama sekali. Apabila ada kata yang salah, saya mohon maaf sedalam-dalamnya.

Tuesday, September 18, 2007

Pedagang bolang baling

Sekarang udah bulan puasa lagi. Ga kerasa udah setahun sejak aku menghabiskan bulan puasa tahun lalu di surabaya dan jakarta. Emang sih aku ga puasa, tp bulan puasa sering membuat kita ga sabar untuk menyongsong cuti bersama yang begitu indah hehehe.

Dulu.. waktu aku masih kecil, setiap orang-orang bangun untuk sahur, aku juga sering bangun. Bukan untuk sahur, tapi untuk mengunggu tukang bolang-baling lewat. Ya... bolang baling yang biasa kita jumpai siang hari itu dijual dini hari oleh penjualnya. Namanya juga anak2, aku seneng aja bisa bangun pagi, beli bolang baling trus jalan-jalan ama temen2 setelah mereka subuhan.

Kemarin malem, aku kembali ingat masa-masa itu. Saat aku membaca buku, jam masih menunjukan jam 23.50, aku mendengar suara orang teriang "bolang.... baling....... bolang baling....." dan sewaktu suara itu mendekat, terdengar suara krengket-krengket sepeda yang diayuh. Wah.. ada tukang bolang baling lewat.

Perasaan yang ada sewaktu kecil tidak muncul kemarin itu. Kalo biasanya aku seneng sekali tukang bolang balingnya lewat, justru aku merasa mak deg.... kasihan sekali. Jam segini mereka keliling menjajakan makanan yang mungkin bagi orang dewasa bukan menu yang tepat untuk disantap tengah malam gitu (ya emang semua ga enak dimakan tengah malam gitu sih, kecuali emang lagi ronda di warnet :P ). Tapi ya gimana lagi, namanya juga cari duit, kalo mereka ga dangang juga ga bisa makan. Jualan siang hari juga ga laku karena bolang baling yang lewat gitu biasanya yang beli anak-anak. Mau dijual sore waktu orang-orang mencari makanan untuk berbuka juga ga laku, kalah ama penjual kolak, gorengan, es degan dan lain2. Udah mau lebaran lagi... mereka harus kerja keras bira dapat duit.

Yah.... yang sabar ya pak, tak doain laris manis. Aku yakin, banyak anak-anak yang merasa senang bisa membeli bolang baling waktu sahur kaya aku dulu. Bisa membuat anak anak senang itu sesuatu yang hebat pak. Semangat terus..... Tuhan memberkati.

Saturday, August 04, 2007

Baru... baru... baru......

Hehe, dah berbulan bulan blog ini ga tersentuh. Maklum bozz, sibuk banget dan ga ada koneksi internet di kantor2 daerah. Ada juga sibuk dipakai ama team daerah jadi ga enak kalo mau pinjem. Nah, pas banget aku online lagi, aku sedikit permak blog ga berisi ini kekekeke. Yah... template yang lama khan udah amburadul, gambar di hostingnya juga udah ilang, makanya aku ganti sekalian ama template baru. Blog ini sekarang aku buang bagian shout boxnya, udah ga pantes lagi ama templatenya yang sederhana ini. Mau buat shout box lagi... lupa username di oggix, ya udah deh hehe. Pake blogger baru ternyata lebih mudah. Jadi pingin posting lagi neh kekeke. Kapan yah, males neh... kepala pusing kena dead line mlulu. Ini aja dari komputer admin semarang. Jadi pas di semarang aku inget kalo punya blog, ikut komunitas pulak, cuman ga pernah aktif lagi kekeke. Udah boss, jam 1 waktu jam kantorku. Harus pulang cepet2, weekend neh, nanti sore ada lomba gambar anak-anak di rumahku. Huh.... 17an tlah tiba. GBU all.

Monday, March 26, 2007

Juara 3 ..... !

Berawal dari iseng2 ngusulin lomba nulis di www.loenpia.net, eh.. malah menang juara 3 hehehe. Padahal cuman nulis 1 doang dari maximal 3 tulisan yg boleh dilombakan. Yah, lumayan lah buat blog yg updatenya sebulan sekali hehehe. Tunggu kemenangan saya di lomba-lomba selanjuatnya.. saya pasti menang lagi hehehe. NB: Buat berita lengkapnya ada disini Buat yang mau lihat tulisanku yang menang ada disini

Tuesday, February 13, 2007

Ayuni dan kakaknya...

Loenpia.net
hampir 2 taon yang lalu....
Udah mau sampe! Agak aneh rasanya emang jalan kaki di jalanan menurun gini, padahal biasanya selalu lewat sini, tp khan naek mobil ma papa or naek sepeda motor ma mas ade. Pohon deket lampu merah ini jadi tempat aku nunggu angkot kalo mas ade ga bisa jemput. Kalo minta di jemput papa malah pusing, harus nunggu papa jemput mama di sekolahan dulu, belom lagi kalo ada ortu murid mama yg ajak ngobrol dulu, bisa kesorean aku dijemput papa. Disini rindang kok, udah jam 4 lebih lagi, jadi asik aja deh pokoknya.
Kalo tersenyum manis juga ternyata... anak kecil di sebelahku ini mungkin masih 4 taon umurnya. Agak lusuh, rambutnya keriting bagus tapi ga terurus. Dia udah duduk disini sebelum aku datang, sendirian. Aku pikir dari tadi dia memandang mobil yang lewat disini, seperti aku, karena matanya tidak pernah lepas dari jalan, ternyata dia memandang anak laki-laki kecil di tengah jalan itu. Kurus, mungkin beda 3 tahun lebih tua. Aku sadar saat mereka saling tersenyum sesekali. Sepertinya Mereka bersaudara.
"Capek yun...", kata anak laki-laki itu pake bahasa jawa. "kamu mau gorengan?", gadis itu mengangguk, tersenyum lagi. Anak laki-laki itu merogoh kantongnya, menghitung uang recehan itu, ada lumayan banyak. Mungkin dia mengambil lima ratus atau enam ratus rupiah dan sisanya dimasukan ke kantong gadis kecil itu. Dia berlari ke penjual gorengan diseberang jalan, kemudian balik lagi membawa kertas koran yang dilipat, ada gorenag didalamnya. "Lima ratus dapat dua yun hehe, kalo bukan mendoan cuman dapat satu. Itu aja kalo ga ada mas agung harganya sama, empat ratusan. Nih makan mendoanmu". Gadis kecil itu langsung makan, sambil tersenyum lagi. Iya, ada dua tapi anak laki-laki itu belom mulai makan bagiaannya. Dia hanya berdiri dihadapan "yun" sambil tersenyum, mereka saling tersenyum.
Aku belom pernah tau sebelumnya kalo penjual gorengan mau dagangannnya dibeli eceran gitu. Soalnya biasanya aku beli minimal 5 ribu. Mungkin penjualnya kasihan kepada anak ini. Hehe... aku juga seharusnya kasihan, tapi ga tau... aku merasa kasihan sih.. cuman beda, hatiku masih penasaran, kok bisa... ini kenapa.. halah.... aku cuman ingin tahu yang dilakukan kedua anak ini lebih jauh.
"Mau lagi?, sek ya..." anak itu mengigit mendoannya sekali, lalu menyodorkan ke Yun, yun mengulurkan tangannya. Belom sampe ke tangan Yun, anak itu kembali menarik cepat-cepat dan menggigit mendoan itu sekali lagi. Lalu memberikan ke Yun. Yun makan mendoan dengan dua gigitan kecil itu. Hatiku menangis melihat itu. Anak laki-laki itu ingin sekali makan mendoan itu, tapi dia berikan ke adeknya. Aku harus melakukan sesuatu. Ga rugi kalo aku memberi mereka 5 ribu rupiah.
Anak laki-laki itu kembali berlari ke tengah jalan, di pembatas dua jalur itu, sebelum aku berhasil mengambil uangku dari dompet. Dia kembali bernyanyi setiap ada mobil berhenti.
"Rumahmu mana dek?"
ga ada jawaban, cuman senyuman itu lagi...
"Namamu siapa?"
"Ayuni"
"Yuni?", aku ga begitu dengar...
"Ayuni..."
Oh... ayuni, kok maen disini, nanti ga dicari orang tuamu?
"Dia menggeleng, senyumnya belum hilang.
"Bapakmu ga nyariin dek?"
"Bapak cari duit di solo, buat beli obat mamak", dia menjawab semangat
"Loh ibu kamu sakit?"
"Iya, mamak dadanya sesek terus"
"Sekarang ibu kamu dimana?"
"Dirumah, tidur"
"Kamu udah sekolah?"
Dia menggeleng..
"Kok ga sekolah?", aku sedikit menggoda...
"Ayuni belom tumbas seragam... ", dia tersenyum
"Ooo..", hehe, anak yg lugu. Kalo menurutku dia emang belom waktunya sekolah.
"Nanti kalo ayuni udah sebesar mas tito, ayuni mau ditumbaske seragam sama bapak di Solo"
"Siapa mas tito?"
"Itu ... kakaknya ika"
"Ooo...", mungkin tetangganya, mana aku kenal hehe.. anak lucu.
"Itu kakakmu sekolah?"
"Dia bukan kakakku, dia itu mas Wawan"
"Loh .. dia bukan kakakmu? ooo.. mas wawan itu tetanggmu yah?"
Dia mengangguk, tapi matanya tetap memandang wawan.. laki-laki kecil itu.
Dia bukan kakaknya, tetapi sayang banget sama gadis kecil ini. Bukan sayang sih mungkin, setidaknya dia mau jagain gadis kecil ini. Hehehe.. .so seweet...
Bisku tiba, aku harus naik. Aku sempet ambil sepuluh ribuan dua....
"Ini buat kamu satu, buat mas wawan satu yah dek.. buat beli jajan"
Dia ambil uangku itu... "Buat beli nasi buat mamak boleh yah?"
... aku cuman mengangguk... ga ngerti harus jawab apa.
-
Semua nama selain ayuni aku udah ga ingat....